Tepat hari ini 10
Muharram 1441H umat Islam di seluruh dunia mengenal Asyura, berasal dari bahasa Arab yang berarti hari ke-10. Asyura disambut oleh bangsa Arab dengan
suka cita, bersedekah, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, sama seperti hari
Nowruz di dataran Persia. Umat Islam
akan menyambut Asyura dengan berpuasa
sunnah sebelumnya terdapat puasa Tasu’a pada
tanggal 9 Muharram.
Terlepas dari sejarah
puasa Asyura, umat Islam mengenal
tragedi Karbala tatkala Imam Husain as (cucu Nabi Muhammad) meneguk cawan
shahadah ketika pasukan Umar bin Sa’ad utusan Ubaidillah bin Ziyad. Umar bin
Sa’ad diutus untuk menghadang rombongan Imam Husain yang akan menuju Kufah
untuk menyelesaikan permasalahan dengan Khalifah dari Bani Umayyah saat itu
saitu Yazid bin Mu’awiyah bin Abu Sufyan.
Kedua pasukan ini (Bani
Hasyim dan Bani Umayyah) terlibat dalam pertempuran hebat yaitu pertempuran
Karbala, dimana pasukan Bani Umayyah yang dipimpin Umar bin Sa’ad memenangkan
pertempuran ini. Dalam pertempuran ini, Imam Husain as, Abbas bin Ali, Ali
Ashgar yang berumur 6 bulan, 17 orang Bani Hasyim, dan lebih dari 50 Ahlulbait
tewas. Riwayat menyebutkan bahwa kepala Imam Husain dipenggal Khuli bin Yazid
(sebagian riwayat) kemudian, kepala cucu Nabi itu dihadapkan pada Ubaidillah
bin Ziyad di Kufah dan diarak keliling kota untuk selanjutnya diserahkan kepada
Yazid bin Mu’awiyah, tak luput para wanita dan anak-anak di perkemahan pasukan
Imam Husain dijadikan tawanan perang.
Tragedi Karbala
menyisakan duka yang mendalam khususnya kaum Syi’ah di seluruh dunia. Kaum
Syi’ah akan memperingati hari Asyura dengan
berziarah memenuhi makam Imam Husain di Karbala, di Indonesia banyak ditemui
peringatan Asyura dengan kegiatan
majelis sebagai bentuk penyesalan atas tewasnya Imam Husain as, tragedi ini pun
masih banyak diperdebatkan dan menjadi awal mula perselisihan antara umat Sunni
dan Syi’ah di seluruh dunia.
Awal
Mula
Berawal dari meninggalnya
Mu’awiyah bin Abu Sufyan pada 15 Rajab 60H, sehingga menjadi awal mula
pemerintahan anaknya Yazid bin Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Imam Husain as pada
saat itu berada di Madinah dipaksa mengambil baiat untuk Yazid oleh Hakim
Madinah, sehingga membuat Imam pergi menuju Makkah untuk menghindari baiat. Di
Makkah, Imam Husain dan para pengikutnya tinggal selama 4 bulan, selama itu ia
mendengar dukungan dari rakyat Kufah melalui surat-surat yang sampai kepadanya.
Dengan demikian Imam mengutus Muslim bin Aqil untuk berangkat ke Kufah guna
memata-matai situasi dan kondisi di Kufah.
Dengan memperhatikan
segala pertimbangan, Imam Husain berangkat ke Kufah dari Makkah pada 8
Dzulhijah 60H untuk memenuhi undangan masyarakat Kufah, beliau membawa 72
pasukan termasuk saudaranya Abbas bin Ali, Imam turut membawa keluarganya untuk
bertemu masyarakat Kufah. Dalam perjalanan menuju Kufah, Imam Husain telah
mendengar meninggalnya Muslim bin Aqil dan pengkhianatan masyarakat Kufah,
namun Imam Husain dan pasukannya terus melanjutkan perjalanan menuju Kufah.
Pengepungan
Karbala
Setelah sampai di Karbala
yang sekarang berada di Irak dan berjarak beberapa kilometer dari Kufah, Imam
mendirikan perkemahan dan tepat pada tanggal 9 Muharram 61H pasukan Umar bin Sa’ad
utusan Ubaidillah bin Ziyad telah mengepung perkemahan Imam Husain dan
pasukannya. Pasukan Umar bin Sa’ad meneriakkan yel-yel untuk segera memulai
berperang dengan pasukan Imam Husain, pasukan yang jumlahnya ribuan itu memaksa
Imam Husain as tunduk kepada Yazid bin Mu’awiyah namun Imam Husain menolak
seruan itu dan memilih bertahan dan bersiap melawan pasukan Bani Umayyah pada
sore hari Tasu’a (sebutan hari ke-9).
Terjadi negosiasi antara
Imam Husain dan Umar bin Sa’ad, Imam meminta agar pasukannya membuat malam
terakhir di Karbala dengan bermunajat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT,
Umar bin Sa’ad menerima permintaan itu sehingga Imam Husain kembali ke
perkemahan dan berbicara kepada saudarinya Zainab. Berbagai riwayat menyebutkan
pada sebagian malam pasukan Imam Husain digunakan untuk beristighfar dan
memohon ampun kepada Allah SWT.
Tepat malam hari itu pula
Imam Husain menyusun rangkaian strategi untuk menghadapi pasukan Umar bin
Sa’ad. Dipilihlah Abbas bin Ali sebagai pemegang panji perang, Zuhair bin Qain
sebagai komandan sayap kanan dan Habib bin Muzair sebagai komandan sayap kiri.
Imam Husain juga menulis surat-surat yang dititipkan kepada saudarinya ketika
nanti kembali ke Madinah untuk mengabarkan kesyahidan sang Imam.
Pada malam Asyura itu, Imam Husain memberi nasihat
dan mengambil sumpah setia pengikutnya lalu Imam Husain memerintahkan membuat
parit di sekitar perkemahan dan dibakar ketika akan berperang melawan pasukan
Bani Umayyah untuk menghalau musuh masuk ke perkemahan.
Imam Husain dan para
Ahlulbait telah bersiap melawan pasukan Umar bin Sa’ad.
Asyura di Karbala
Pagi hari 10 Muharram
61H, Imam Husain dan pasukannya melakukan sholat shubuh usai sholat pasukan
terbagi atas dua baris terdiri dari 32 pejalan kaki dan 44 penunggang kuda, di
depannya ribuan pasukan Umar bin Sa’ad terbagi komando sayap kanan dipimpin
oleh Umar bin Hajjaj Zubaidi, Syimr bin Dzil Jausyah memimpin komando sayap
kiri, dan panji perang diberikan kepada Dzuwaid (budak Umar bin Sa’ad). Riwayat
menyebutkan mata Imam Husain memandangi secara seksama pasukan musuh dan ia
mulai berdo’a agar mendapat pertolongan Allah SWT.
Imam Husain mendatangi
pasukan Umar bin Sa’ad dan memberi nasihat yang saat itu didengar oleh Hurr bin
Yazid, kemudian Hurr bin Yazid menyampaikannya pada Umar bin Sa’ad, namun ia
mendapat celaan. Pada akhirnya Hurr bin Yazid bergabung dengan pasukan Bani
Hasyim atas izin Imam Husain, namun Hurr bin Yazid pun menengguk cawan syahadah
pada pertengahan hari Asyura (sebagian
riwayat).
Pertempuran di Karbala
itu dimulai, pasukan Umar bin Sa’ad menyerang dari segala penjuru, satu persatu
sahabat Imam Husain as tewas dalam pertempuran, hujanan anak panah, serbuan
pedang dan tombak cukup membuat pasukan Bani Hasyim tidak berkutik. Berbagai
riwayat menyebutkan adanya perlawanan dari Bani Hasyim, ketika Imam Husain as
menyerang dari sisi belakang membuat pasukan musuh porak poranda.
Kemudian Imam kembali ke
perkemahan untuk berpamitan kepada keluarganya, seketika Umar bin Sa’ad
menginstruksikan agar pasukannya menyerang perkemahan dan bersiap mengepung
putra Rasulullah SAW. Imam Husain keluar dari perkemahan dengan menimang
putranya Ali Asghar bin Husain, ketika keluar beliau berteriak dan menyerukan
serapah kepada pasukan musuh, seketika hujanan anak panah menancap pada tubuh
Imam Husain beserta putranya Ali Asghar hingga tubuh sang Imam melemah dan
jatuh tersungkur.
Disebutkan dalam riwayat
pedang milik Malik bin Nusair, Zar’ah bin Syuraik, tombak milik Saleh bin Wahab
bertubi-tubi menancap di tubuh Imam Husain. Pasukan pejalan kaki Umar bin Sa’ad
kemudian menuju Imam Husain dan bersiap memenggal kepala sang Imam,
diriwayatkan para pasukan tidak ada yang mau memenggal kepala Imam Husain
sebelum akhirnya Syimr bin Dzil Jausyan memerintahkan Khuli bin Yazid memenggal
kepada cucu Nabi tersebut.
Para pasukan Bani Umayyah
menyerang perkemahan Bani Hasyim dan mulai menawan perempuan dan anak-anak
serta menjarah seluruh harta benda di perkemahan, pasukan Bani Hasyim mulai
dibawa pasukan Umar bin Sa’ad beserta kepala Imam Husain untuk dihadapkan
kepada Ubaidillah bin Ziyad dan Yazid bin Mu’awiyah.
Duka
Bani Hasyim
Kepala Imam Husain
beserta tawanan perang mulai bergerak menuju Kufah untuk dihadapkan pada
Ubaidillah bin Ziyad, diiringi duka yang mendalam para Ahlulbait sangat
terpukul atas tragedi di Karbala. Setelah dihadapkan pada Yazid di Suriah,
riwayat menyebutkan bahwa anak Yazid yaitu Atikah, memperlakukan kepala Imam
Husain dengan layak dan sedih yang mendalam, kepala suci itu diberi wewangian
dan dimakamkan secara terpisah dari tubuhnya. Sebagian riwayat menyebutkan
kepala itu dikuburkan di sebuah taman di Damaskus namun ada pula yang
menyebutkan jika kepala suci dimakamkan di pusara Fatimah Az-Zahra.
Pasca
Syahadah Imam
Para tawanan perang mulai
dikembalikan ke Makkah, Zainab membawa pesan penting tentang syahidnya Imam
Husain as, para rombongan Bani Hasyim berhenti di padang Karbala untuk
memakamkan tubuh para syuhada yang hancur berkeping-keping. Karbala akan tetap
menjadi duka yang mendalam untuk sejarah Islam pasca runtuhnya Khalifah dari
Bani Hasyim.
"Dalam penggalan ziarah Imam Husain yang
dibaca pada Arbain (hari keempat puluh) terdapat sebuah kalimat yang sangat
sarat makna, "Wa badzalah muhjatahu fika liyastankidza 'ibadaka
min al-jahalah." Falsafah pengorbanan Imam Husain bin Ali as
terkandung dalam kalimat ini. Peziarah Imam Husain as bertutur di hadapan Allah swt bahwa
hamba-Mu ini, Husain-Mu ini, mempersembahkan darahnya supaya dapat
menyelematkan manusia dari kebodohan demikian juga (berupaya) membebaskan
manusia dari kesesatan."
Imam
Ali Khamenei
Persoalan
politik menjadi akar perselisihan dalam Islam, seolah fitnah yang kejam membuat
perdebatan panjang dan tak pernah usai, Imam Husain dan pasukannya merupakan
korban atas kekejian tampuk kekuasaan sehingga akal dan nalar umat islam pada saat
itu telah dibelenggu oleh hawa nafsu. Namun hingga kini seolah tak pernah usai
sejarah Karbala terus dibahas dan diperdebatkan khususnya oleh kaum Sunni dan
Syi’ah di seluruh dunia.
Penulis:
Aldhiyansyah Noerman
Sumber:
Husaini, I. A. (2008). Karena Imam Husain Aku
Syiah. Jakarta: Cahaya.
Musawi, A. S. (2008). Dialog
Sunnah Syiah. Tangerang Selatan: Mizan.
Teguh, I. (2018, Oktober
10). Tragedi Karbala Kematian Imam Husain bin Ali dan Terbelahnya Islam.
Retrieved from Tirto: http://www.tirto.id
Komentar
Posting Komentar